
Jawa Tengah | 20–22 Agustus 2025 | Opening : 20 Agustus 2025 | Solo is Solo Space, Jl. Gatot Subroto No. 46, Surakarta
Anas Khoir Amar ‘Hope’
Kerrabhân Sapè Madura – Ekspresi Visual Tradisi dan Identitas
Sebagai seseorang yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan budaya Madura, saya membawa kenangan dan nilai-nilai lokal ke dalam setiap proses kreatif saya.
Salah satunya adalah tradisi Kerrabhân Sapè, yang sejak kecil saya kenal sebagai perayaan, tontonan, sekaligus kebanggaan masyarakat, menjadi titik tolak saya dalam berkarya.
Lewat penciptaan karya ini, saya ingin lebih dari sekadar mengabadikan momen atau bentuk.
Saya ingin bicara tentang esensi, tentang bagaimana tradisi bisa dihidupkan kembali melalui bahasa visual yang lebih dekat dengan saya hari ini.
Bagi saya, Kerrabhân Sapè bukan hanya tentang sepasang sapi yang berlari cepat, tapi tentang kerja sama, ketangguhan, semangat juang, juga harga diri. Semua itu saya tangkap melalui pendekatan artistik yang tidak literal (realistis).
Saya menyederhanakan bentuk, memainkan garis dan bidang, memperkaya tekstur dan warna, hingga akhirnya melahirkan karya-karya yang lebih jujur secara ekspresi.
Saya juga memilih media non-konvensional, seperti gorden, kayu, pengonong sapi, bahkan pisau daging, karena benda-benda ini punya keterhubungan langsung dengan tradisi dan keseharian masyarakat Madura. Saya percaya bahwa medium bukan sekadar alat, tapi juga makna.
Setiap bahan membawa ceritanya sendiri, dan ketika disatukan melalui teknik seni rupa (linear, kolase dan assembling), mereka membentuk lapisan-lapisan narasi yang merekam memori kolektif dan dinamika sosial hari ini.
Karya-karya seperti Lèbur, Simbiosis, Sapè Buru, Prestige, dan Akhir Perjalanan adalah cara saya menyampaikan ulang kisah tentang identitas, tentang perubahan, dan tentang bagaimana budaya hidup di tengah tantangan zaman.
Lewat karya ini, saya mencoba menunjukkan bahwa tradisi tidak harus diam di masa lalu.
Ia bisa dibaca ulang, diinterpretasikan kembali, dan bahkan dirayakan melalui bentuk-bentuk yang baru.
Saya berharap karya-karya ini bisa menjadi ruang temu, antara masa lalu dan hari ini, antara yang lokal dan yang kontemporer, antara saya dan siapa pun yang melihatnya.
Semoga dari karya-karya ini, penonton (apresiator) tidak hanya melihat warna dan bentuk, tapi juga merasakan energi, semangat, dan cinta saya terhadap budaya Madura.
Dr. Aries BM, M.Sn.
Kerrabhân Sapè Madura – Tradisi yang Bertemu Kontemporer
Ada kalanya sebuah tradisi tidak hanya menjadi milik masa lalu, tetapi juga menuntut ruang baru untuk bernapas di masa kini.
Dalam pameran ini, Anas Khoir Amar menghadirkan Kerrabhân Sapè Madura bukan sekadar sebagai peristiwa budaya yang sudah akrab di mata masyarakat, melainkan sebagai bahasa visual yang diperbarui, dibaca ulang, dan dihidupkan kembali melalui medium dan pendekatan yang tak terduga.
Kerrabhân Sapè merupakan perlombaan pacuan sapi khas Madura, yang selalu menjadi simbol kebanggaan, solidaritas, dan identitas.
Namun dalam tangan Anas, tradisi ini bergerak melampaui dokumentasi; ia hadir sebagai tafsir yang personal dan eksperimental.
Ekspresi visual dilakukannya melalui penyederhanaan bentuk, permainan garis, warna-warna meriah, serta teknik kolase dan assembling.
Perupa muda Madura ini berupaya memecah dan merangkai ulang memori kolektif menjadi visual yang segar, penuh energi, namun tetap berakar pada esensi budaya.
Penggunaan media custom (non-konvensional), sperti gorden, pengonong sapi, kayu, hingga pisau daging, bukan sekadar pilihan estetis, tetapi pernyataan konseptual yang saling terikat.
Setiap material dipilih karena kedekatannya dengan tradisi yang diangkat, menciptakan hubungan langsung antara objek fisik dan nilai simbolik.
Besutan material bukan hanya perangkai visual, melainkan narator yang menyimpan sejarah, afeksi dan sensibilitas.
Lima karya utama dalam pameran ini, Lèbur, Simbiosis, Sapè Buru, Prestige, dan Akhir Perjalanan, menawarkan lima sudut pandang terhadap Kerrabhân Sapè: mulai dari pesta rakyat yang riuh, harmoni kerja sama, kompetisi yang ketat, prestise yang membanggakan, hingga perenungan tentang siklus hidup.
Setiap karya berdiri sebagai fragmen yang saling melengkapi, membentuk afirmasi tentang bagaimana tradisi tidak luluh namun terus hidup, beradaptasi, dan melebur dalam modernitas.
Melalui karya-karya ini, Anas tidak hanya mengajak kita melihat Kerrabhân Sapè, tetapi juga memikirkan ulang bagaimana seni dapat menjadi jembatan antara warisan dan inovasi, antara komunitas lokal dan wacana global.
Ia menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak selalu berarti mempertahankan bentuk aslinya, melainkan juga memberi ruang bagi interpretasi baru yang membuatnya tetap relevan.
Pengantar pameran ini mengajak penonton untuk terpantik dalam percakapan lebih lanjut dengan karya-karya Anas.
Setiap goresan dan bentuk yang ia hadirkan bukan hanya ekspresi pribadi, melainkan warisan budaya yang berakar pada masa lalu, mengandung nilai-nilai universal yang tetap relevan sepanjang zaman.
Di sinilah kekuatan karya Anas: ia tidak sekadar mengundang kita mengagumi, tetapi juga mengajak kita merasakan denyut budaya Madura yang tak pernah padam.
Sebagai pengantar, saya memandang pameran ini bukan hanya sebuah presentasi seni, melainkan ruang dialog: antara seniman dengan warisannya, antara penonton dengan sejarah yang mungkin belum pernah mereka alami, serta antara masa lalu yang tercatat dengan masa kini yang kita jalani.
Pameran ini adalah undangan untuk membuka percakapan, di mana tradisi dan modernitas bertemu dalam narasi yang hidup.(Wid)
Sumber@info.Anas Hope/20/8/2025/Viral Jateng/Indonesia/Wid