
Bandung – Kekerasan terhadap insan pers kembali mencoreng wajah hukum di Kota Bandung. Seorang wartawan mengalami intimidasi hingga pengeroyokan brutal oleh kelompok yang diduga kuat merupakan mafia penjual obat daftar G ilegal di kawasan Pasar Induk Caringin, Jalan Babakan Ciparay, Kecamatan Bojongloa Kaler, wilayah hukum Polsek Bojongloa Kaler, jajaran Polrestabes Bandung.
Korban dalam peristiwa ini adalah Ade Gusma Putra, Pimpinan Redaksi media online ViralJakarta.com. Ia dianiaya secara membabi buta oleh sekelompok orang saat melakukan peliputan investigasi terkait praktik jual-beli obat keras seperti Tramadol, Hexymer, THP, hingga “pil setan” yang beredar bebas tanpa resep dokter.
Menurut kesaksian rekan-rekan wartawan di lokasi, para pelaku tak memberi kesempatan bagi korban untuk membela diri. Bogem mentah menghantam wajah Ade berkali-kali, bahkan ada pelaku yang membawa kayu untuk melancarkan aksinya. Insiden ini berlangsung cepat dan brutal, seolah-olah para penjual obat terlarang tersebut merasa kebal hukum karena ada pihak yang membekingi mereka.
Lebih mengejutkan lagi, dalam investigasi lapangan muncul nama Kapten X dari matra udara yang disebut-sebut kerap memberi perlindungan kepada jaringan pengedar tersebut. Dugaan kedekatan para pelaku dengan aparat penegak hukum setempat semakin menguat, lantaran setelah peristiwa pengeroyokan, justru korban dan rekan wartawan lainnya yang dilaporkan balik ke Polsek Bojongloa Kaler. Proses laporan pun tersendat, menimbulkan tanda tanya besar mengenai netralitas aparat dalam kasus ini.
Tidak tinggal diam, Ade Gusma Putra mengambil langkah hukum dengan melaporkan kasus pengeroyokan tersebut ke Satreskrim Polrestabes Bandung, didampingi rekan-rekan media dan organisasi pers. Mereka menuntut keadilan sekaligus perlindungan hukum bagi jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistik sesuai amanat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Pihaknya juga meminta Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Aldi Subartono, S.I.K., M.Si., M.S.T (Han), segera menginstruksikan jajarannya untuk menindak tegas para pelaku mafia obat ilegal serta oknum-oknum yang diduga membekingi mereka.
Fenomena peredaran obat keras daftar G seperti Tramadol, Hexymer, THP, dan “pil setan” di Bandung memang sudah sangat meresahkan. Obat-obatan ini kerap disalahgunakan oleh kalangan remaja hingga pekerja muda karena harganya murah dan mudah didapat, padahal efek jangka panjangnya sangat berbahaya. Konsumsi berlebihan bisa menyebabkan gangguan saraf, kecanduan, kerusakan organ tubuh, bahkan kematian.
Selain itu, tindakan premanisme terhadap wartawan jelas merupakan pelanggaran hukum serius. Pengeroyokan yang dilakukan secara terencana memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan dan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
Kasus ini menjadi alarm darurat bahwa Bandung kini berada dalam kondisi darurat peredaran obat terlarang. Jika tidak segera ditindak, bukan hanya generasi muda yang menjadi korban, tetapi juga kebebasan pers dan kewibawaan hukum bisa runtuh oleh ulah mafia obat yang merasa lebih berkuasa daripada aparat negara.
Red