Tangerang — Dini hari Rabu (25/11/2025), suasana lengang di Jalan Raya Kecamatan Benda mendadak berubah ketika awak media memergoki sebuah mobil boks coklat berhenti tanpa alasan jelas. Bukan karena ban pecah, bukan pula karena mesin rusak. Yang terlihat justru seorang kernet jongkok di sisi mobil, mengganti pelat nomor dengan gerakan cepat dan terlatih.
Detik berikutnya, tatapan kernet bertemu kamera wartawan. Panik. Ia bangkit, lari kecil ke kabin, dan mesin langsung meraung. Mereka hendak kabur. Namun justru dari momentum itulah terkuak sebuah dugaan besar: rantai panjang kartel biosolar subsidi yang selama ini beroperasi diam-diam di Tangerang.
“Ini Mobil Pandi…” – Sebuah Pengakuan Tak Sengaja
Sebelum kabur, sang sopir sempat mencoba menenangkan diri. Namun kalimat yang keluar justru membuka satu pintu penting dalam investigasi ini.
“Ini mobil Pandi… Mau ke Tangcity,” ujarnya lirih.
Saat awak media melakukan konfirmasi telepon, pria berinisial Pandi—yang disebut sopir—membenarkan bahwa mobil tersebut memang miliknya. Namun ketika pertanyaan mengarah pada muatan biosolar dan tujuan pengiriman, sambungan telepon mendadak diputus.
Nama itu ternyata bukan nama sembarangan.
Pandi: “Operator Lapangan” Jaringan Biosolar Subsidi?
Beberapa sumber lapangan yang enggan disebutkan namanya mengungkap bahwa Pandi disebut-sebut sebagai salah satu “pengurus” jaringan pengangkut biosolar subsidi ilegal.
“Dia bukan pemain kecil. Pengurus jaringan. Pool-nya sering pindah-pindah biar sulit ditangkap,” ujar seorang sumber.
Sumber lain bahkan menyebut Pandi memiliki pengaruh di beberapa SPBU.
“Kendaraan mereka nggak mungkin jalan sendiri. Ada SPBU tertentu yang udah dikondisikan. Barcode permainan. Pelat ganda. Sistemnya rapi.”
Jika benar, ini bukan lagi kasus sopir nakal. Ini struktur operasi.
Modus Operandi: Pelat Ganda, Barcode Dimainkan, dan SPBU yang ‘Dikondisikan’
Dari kesaksian mantan sopir dan informasi lapangan, pola operasi jaringan ini diduga berjalan dengan cara:
1. Pelat Nomor Ganda
Satu kendaraan membawa beberapa pelat sekaligus. Setelah pengisian pertama, pelat diganti—SPBU menganggap itu kendaraan berbeda.
2. Barcode MyPertamina Dimanipulasi
Meski sudah memakai sistem barcode, operator SPBU tertentu diduga memanipulasi verifikasi sehingga pembelian berulang tidak terdeteksi.
3. Mobil Boks Modifikasi
Tangki tambahan 1.000–3.000 liter dipasang di dalam boks, disamarkan dengan barang-barang lain.
4. Putaran Pembelian Berulang
Satu kendaraan bisa mengisi biosolar subsidi hingga 8–10 kali dalam satu malam di SPBU berbeda.
“Kalau SPBU sudah dikondisikan, itu truk bisa terbang kemana-mana,” ujar seorang mantan sopir.
Armada “Heli”: Kendaraan yang ‘Terbang’ dari SPBU ke SPBU
Dalam jaringan ini, armada pemburu solar disebut “Heli.”
Bukan karena mereka memiliki baling-baling, tetapi karena pergerakannya begitu cepat dan berpindah dari satu SPBU ke SPBU lain seperti terbang.
“Mereka sebut armada itu heli. Geraknya cepat, nggak ketahuan.”
Mobil boks yang tertangkap kamera wartawan diduga bagian dari armada tersebut.
Jejak Mengarah ke Kedaung Wetan: Gudang, Pool, dan Bau Solar di Dini Hari
Investigasi lapangan mendapati dugaan keberadaan titik penampungan di Kedaung Wetan, Neglasari.
Warga sekitar mengaku:
- mobil boks sering masuk tengah malam,
- bau solar menyengat dari area tertentu,
- kendaraan keluar satu per satu menjelang subuh.
“Sering ada mobil lewat, baunya solar banget. Malem-malem pula,” ujar salah satu warga.
Lokasi ini diduga menjadi titik transit sebelum biosolar subsidi dilepas ke industri kecil, pabrik, ataupun usaha transportasi yang membutuhkan solar murah.
Keuntungan yang Fantastis: Puluhan Juta per Malam, Per Kendaraan
Kalkulasinya mencengangkan:
- Kapasitas tangki modifikasi: 1.000–3.000 liter
- Selisih harga biosolar subsidi vs nonsubsidi: Rp3.000–5.000/liter
- Putaran: 6 kali/malam
Contoh perhitungan:
3.000 L × 6 × Rp4.000 = Rp72.000.000 per malam.
Itu satu kendaraan.
Jika armada mencapai 4–7 unit:
Potensi keuntungan: Rp200 juta – Rp500 juta per malam.
Angka yang cukup untuk “mengamankan jalur”.
Jeratan Hukum: Penjara 6 Tahun & Denda Rp60 Miliar
Penyelewengan BBM bersubsidi termasuk tindak pidana berat.
Pasal 55 UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 (diubah UU Cipta Kerja 2023):
- Pidana penjara maksimal 6 tahun
- Denda maksimal Rp60 miliar
Jika terbukti ada penimbunan, pengoplosan, hingga penggunaan kendaraan tanpa izin angkut, ancaman hukuman bisa lebih berat.
Namun hingga kini, jaringan ini tetap menjalankan operasi dengan percaya diri—menandakan adanya dugaan dukungan dari dalam dan luar.
Awak Media Menyenggol Sarang Lebah?
Kepanikan kru mobil boks, pengakuan singkat soal pemilik, dan telepon yang tiba-tiba diputus meninggalkan pertanyaan-pertanyaan besar:
- Berapa sebenarnya jumlah armada biosolar siluman yang beroperasi di Tangerang?
- SPBU mana saja yang diduga ikut “bermain”?
- Siapa pelindung di balik jaringan ini?
- Dan sebenarnya, siapa posisi Pandi dalam hierarki kartel biosolar subsidi?
Yang jelas, investigasi baru memasuki babak awal.
Dan babak berikutnya bisa jadi lebih panas.

